Resensi Buku Life Traveler

Judul : Life Traveler, Suatu Ketika di Sebuah Perjalanan
Penulis : Windy Ariestanty
Editor : Alit T. Palupi
Tahun Terbit: 2011
Tebal : 381 Hlm
Rating : rating rating rating rating (4/5)

“Kadang, kita menemukan rumah justru di tempat yang jauh dari rumah itu sendiri. Menemukan teman, sahabat, saudara. Mungkin juga cinta. Mereka-mereka yang memberikan rumah itu untuk kita, apapun bentuknya.

Tapi yang paling menyenangkan dalam sebuah perjalanan adalah menemukan diri kita sendiri: sebuah rumah sesungguhnya. Yang membuat kita tak akan merasa asing meski berada di tempat asing sekalipun. ..

because travelers never think that they are foreginers.”

Buku karya Windy ini melengkapi buku-buku catatan perjalanan yang pernah aku baca sebelumnya. Pertama, buku Sepok Tige (catatan perjalanan di Bulgaria), Titik Nol (perjalanan ke cina daratan-buku ini tak lebih 1/4 yang terbaca, hehe). Dan yang ketiga ya buku ini. Buku pemberian cuma-cuma dari seorang dosen yang dulunya Dekan FEB UM Pontianak. Alhamdulillah punya dosen PA yang pengertian dan baik hati. Mengerti kalau dompetku tak sebanding dengan hasrat beli-baca buku. hehe.

Menurutku ini buku perjalanan terbaik yang pernah kutemui. Gaya tutur Windy sangat baik. Mengalir seperti air yang jernih. Pemilihan kata dan diksi yang semi puitis, penempatan sudut pandang yang berbeda dari biasanya dan cara mendeskripsikan suatu benda, orang, suasanan yang detil, seolah-olah aku sedang bersamanya. mengarungi setiap perjalanannya ke sudut-sudut kota. Dia seolah-olah sedang bercerita langsung di hadapanku. Ah. Pokoknya keren lah. Belakangan baru aku tahu dan maklum. Ternyata ini bukan buku pertamanya, jadi wajar, sudah berpengalaman. Dan dia seorang editor. Tukang pelototin buku. So, gaya tulisnya mungkin hasil kontemplasi banyak gaya tulis penulis-penulis buku yang pernah dia editori.

“Salah satu bagian kecil yang paling saya sukai dalam sebuah perjalanan adalah berkemas” Hal-3

“We just need to stay away for a moment to get back home” Hal-65

Sisi lain yang saya suka dari buku ini, Windy selalu menyelipkan Travelers Tips di tiap akhir cerita dari 18 chapter yang ada. Tips-nya seputar gimana cara terbaik menikmati spot perjalanan dan practical tips.

Membaca bagian demi bagian aku serasa dibawa keliling dunia. Kenapa ?, karna dibuku ini ternyata bukan hanya 1 tempat atau daerah saja yang diceritakan. Tapi lebih dari 1. Seingatku ada 3 benua yang masuk dalam cerita. Asia Tenggara (indochina), Amerika Latin, dan Eropa.

Di sela-sela cerita, Windy seringkali menyelipkan cerita flashback ingatan masa lalu yang ada kaitannya dengan cerita perjalanan yang sedang dia ceritakan dalam bukunya. Unik.

 

Selain itu, selalu ada percakapan satu orang atau lebih yang dia masukkan dalam sela-sela cerita monolognya tentang perjalanan. Ini contohnya.

‘Where are you going to go?’ tanyanya sambil meletakkan secangkir teh hangat di meja saya.

‘Going home.’ Saya menjawab singkat sambil mengamati landasan pacu yang tampak jelas dari balik dinding-dinding kaca restoran ini.

‘Going home?’ Ia berkerut. ‘You do not look like someone who will be going home.’

Kalimat inilah yang membuat saya mengalihkan perhatian dari bulir-bulir hujan yang menggurat kaca. ‘Sorry. What do you mean?’

(Satu Malam di O’Hare)

Gedung Tua Praha, Salah satu bahan cerita di dalam buku Life Traveler

Tak ada gading yang tak retak. Sekalipun ratingku tinggi (empat bintang) di buku ini. Tapi ada bagian yang menurutku kurang. Tapi tentu ini subjektif ya. Di chapter 17: Red Light District dan Thai Girls Show. Dengan gaya tulis dan daya deskripsi Windy yang sangat baik, cerita soal dunia malam yang menempatkan wanita menjadi tokoh sentral di Thailand dan Amsterdam menurutku terlalu di dramatisir. hehe

Saking penasarannya, segera kubuka google untuk cek artikel blogger lain yang mungkin juga pernah menulis tentang Thai Girls Show di Thailand sebagai perbandingan. Ternyata dapat dan hasilnya, penulis menulis cukup jujur dan aku dapat perbandingan yang fair. Berarti, aku sepakat dengan hipotesisku yang pertama. Windy terlalu mendramatisir aksi Thai Girls Show itu.

Yang jelas, buku ini sangat aku rekomendasikan buat para pengembara yang senang bertualang.

Leave a comment